Saturday, March 12, 2011

Bola – Hiburan Pemersatu Bangsa!

Kapankah kita mulai mencintai Batik kita sendiri? Ketika Malaysia mengklaim bahwa batik adalah warisan budaya milik mereka. Seketika itu, sentimen anti Malaysia dan cinta batik menjadi kepentingan nasional. 2 Oktober dinobatkan menjadi Hari Batik Nasional. Penjualan batik merebak dan hari Jumat menjadi kesempatan berbatik ria.

Belajar dari Korea Selatan, industri filmnya tumbuh pesat dan musik Korea sekarang merajai dunia pop. Belum lagi sinetron yang digemari oleh kalangan wanita. Kapan budaya pop Korea mampu menjadi tuan rumah? Ketika seluruh rakyat bangga akan karya mereka sendiri. Mengapa dan kapan hal ini mulai terjadi? Semuanya diawali dengan Olimpiade Seoul 1988. Di sini seluruh bangsa bersatu visi untuk menjadi negara Asia yang sarat prestasi.

Invictus, film arahan Clint Eastwood, bercerita tentang Afrika Selatan yang sebelumnya diporak porandakan oleh apartheid memerlukan satu momen yang mempersatukan mereka. Film yang diangkat dari buku Playing the Enemy: Nelson Mandela and the Game That Changed a Nation ini bercerita bahwa melalui Piala Dunia Rugby 1995, Nelson Mandela mendorong Francois Pienaar untuk membawa kemenangan bagi Afrika Selatan. Dengan memiliki satu visi dan satu momen akan tercipta satu kesempatan besar untuk mempersatukan bangsa.

Olah raga, khususnya bola, bagi masyarakat Indonesia bukanlah sekedar hiburan. Bola telah menjadi suatu ide dan gagasan atas identitas. Bola, sebagai suatu artefak, bukan saja menjadi bentuk bola yang bundar, tetapi mewakili kesatuan tim yang menjadi simbol kedaerahan yang diwakili oleh klub bola. Sebagai sebuah aktivitas, pertandingan bola menjadi ungkapan atas kebanggaan identitas kedaerahan dan menang kalah menjadi ekspresi kemenangan daerah.

Pertandingan AFF Suzuki Cup 2011 antara Indonesia dan Malaysia, memiliki peringkat tertinggi program RCTI sepanjang masa, mencapai 82% penonton di Indonesia  melihat program ini. Ini merupakan pemirsa terbesar yang pernah tercatat di pasar tunggal, dalam sejarah kompetisi. Siaran pertandingan Piala AFF dari Suzuki 2010 tetap antara program peringkat tertinggi di Indonesia.

"Selama AFF Suzuki Cup 2010, tidak hanya sejarah pengalaman kami yang dibuat dalam industri televisi Indonesia dengan program acara menjadi peringkat tertinggi di negara ini selama sepuluh tahun terakhir, tetapi kita juga melihat semangat bangsa terangkat. Acara ini merupakan topik nasional besar selama satu bulan beating semua masalah lain dan hype bahkan lebih besar dari setiap event Piala Dunia, " – Rudy Ramawy, Direktur Program dan Produksi RCTI.

Atribut yang digunakan, warna merah putih, sudah menjadi simbol kebangsaan. Warna ini menjadi suatu simbol/kode bahwa bola tidak lagi mewakili dunia hiburan, tetapi kebanggaan atas kebangsaan. Kehadiran di ruang stadion, mewakili kebersatuan. Duduk bersama dan mengajak sanak untuk menonton di depan TV, menjadi simbol kebersamaan. Kala itu, pertandingan bola menjadi suatu semangat untuk bersatu.

Dengan memiliki visi bersama untuk menjadi yang terbaik, menjadikan liga bola Indonesia menjadi liga profesional yang setara atau bahkan melebihi liga lain di Asia, Indonesia akan bangga bersanding dengan bangsa lain. Indonesia akan kembali bangga dengan dirinya sendiri, mencintai dirinya sendiri dan mencintai produk budaya sendiri. Bola adalah pemersatu bangsa!

Tayangan televisi membutuhkan bola sebagai bagian dari materi tayangan. Dengan mengurai bahwa bola bukanlah sekedar hiburan televisi, tetapi mewakili identitas kedaerahan dan kebangsaan, maka kampanye menonton bola kini menjadi ‘the batttle of identity.’ Sentimen ini membentuk pasar yang lebih luas dan umum digunakan oleh media untuk meningkatkan viewership dan rating. Dari sisi positif, cara ini terbukti efektif bagi Korea Selatan untuk memiliki kebanggaan atas konsumsi barang dan konten dalam negerinya. Jadi, saatnya bagi kita untuk mulai dengan diri kita sendiri.

ditulis untuk mata kuliah Creative Industry pada program pasca sarjana Creative & Media Enterprise di IDS|International Design School (www.idseducation.com)

No comments:

Post a Comment