Thursday, June 28, 2007

Diskusi Creative Industry in ICT

Source: CHIP Online


Dalam rangka memperingati Hari Kebangkitan Teknologi nasional XII yang jatuh pada 10 Agustus 2007 nanti, Kementrian Riset dan Teknologi Republik Indonesia diskusi “Creative industry in ICT” di Indonesia. Diskusi yang diadakan pada tanggal 27 Juni 2007 lalu di Gedung BPPT2, Jakarta ini dipandu oleh Richard Mengko, staf ahli Menristek bidang teknologi pertahanan dan keamanan, serta menghadirkan pembicara Andi S. Boediman dari Digital Studio.

Image

Andi S. Boediman mengangkat masalah kepedulian negara-negara di luar Indonesia terhadap orang-orang yang memiliki potensi besar di bidang creative industry, walaupun orang-orang tersebut bukan warga negaranya. Sebenarnya, sudah banyak karya-karya luar, terutama di bidang animasi, yang dikerjakan oleh tenaga-tenaga ahli orang Indonesia. Ketidakpedulian pemerintah terhdap tenaga-tenaga ahli tersebut yang membuat mereka lebih tertarik untuk bekerja di luar negeri. “Indonesia sebenarnya memiliki potensi sangat besar dalam bidang creative industry. Kurangnya kepedulian pemerintah Indonesia terhadap anak-anak tersebut, seringkali membuat mereka lebih tertarik untuk bekerja di negara lain”, ujar Andi dalam diskusi tersebut. Selain ruwetnya masalah birokrasi, peraturan dan undang-undang yang berbeda di setiap departemen juga menjadi batu sandungan lambatnya kemajuan creative industry di Indonesia.

Diskusi juga menghadirkan tiga anak muda Indonesia yang telah telah memiliki nama di bidang creative industry. Ketiganya adalah Wahyu Aditya, pendiri sekolah Hello Motion yang bergerak pada dunia animasi 2D dan 3D; Bullit Sesariza, dari Matahari Studio; dan Yoris Sebastian, General Manager Hard Rock Café Indonesia. Ketiga orang tersebut menjelaskan berbagai keuntungan yang bisa didapat dalam creative industry. Oleh karena itu, mereka juga mengharapkan dukungan pemerintah dalam memajukan creative industry.

Industri Kreatif Terganjal Kendala

JAKARTA : Pernahkah anda men-dowload gambar lucu dari operator telepon genggam? Atau mengganti wallpaper telepon genggam atau komputer agar sesuai dengan tren saat ini? Sayangnya, buah karya kalangan yang bergerak di bidang industri kreatif tersebut belum mampu menyentuh pangsa pasar Indonesia yang sangat besar.

Indonesia menempati urutan keempat di dunia dalam jumlah penduduk. Namun, pangsa pasar yang luas ini tidak tersentuh industri kreatif di dalam negeri, karena terganjal berbagai kendala,” ujar Andi S, Boediman, konsultan sekaligus wakil dari kalangan industri kreatif di sela-sela acara Ritech Expo Promotion ‘Industry Creative in Act’ di Jakarta, Rabu (27/6).

Kendala yang dihadapi, lanjut Andi, diantaranya masalah jaringan distribusi produk (industri film), serta sistem pembayaran (industri telekomunikasi). “Adanya monopoli, atau sistem pembayaran yang tidak sesuai dengan tarif sebenarnya, menghambat perusahaan produksi termasuk industri kreatif di dalamnya,” ujarnya.

Disisi lain, tidak adanya dukungan kuat dari pemerintah terhadap perkembangan industri kreatif. Hal ini, lanjut dia, dikarenakan pemerintah tidak menilai industri kreatif sebagai suatu potensi bisnis yang mampu mendatangkan pemasukan negara dalam jumlah besar. Berbeda dengan negara lain, pemerintahnya memberikan dukungan bagi perkembangan industri kreatif. “Contohnya Jepang, 60% media dikuasai komik dan animasi. Sedangkan, animasi di India diprediksikan 2030 menguasai dunia. Sedangkan di Indonesia hingga kini bahkan belum ada data mengenai industri kreatif,” ujarnya.

Perusahaan kreatif di dalam negeri, saat ini masuk dalam bagian dari perusahaan besar yang bergerak dalam bidang, penerbitan, pengepakan, dan promosi. ‘’Namun, bidang telekomunikasi khususnya mobile tengah dilirik kalangan perusahaan kreatif karena memiliki potensi besar untuk berkembang. Infrastrukturnya sudah lengkap. Tinggal membenahi sistem pembayarannya. Juga makanan dan kerajinan Indonesia,’’ ujarnya. (Lea)