Sunday, June 27, 2004

Marketing & Branding Industri Pendidikan

Trend Industri Pendidikan

Beberapa tahun terakhir ini, pendidikan dengan standar global mengalami masa perkembangan signifikan dengan diserbunya tempat-tempat pendidikan di kota-kota besar. Orang tua rela antri dan bahkan camping di depan sekolah untuk membeli formulir pendaftaran sekolah TK. Demi anak, orang tua rela pindah ke lokasi perumahan tempat sekolah berada karena sekolah lain sudah penuh. Tidak jarang mereka menghabiskan waktu 1 – 2 jam dari subuh mengantar anaknya ke sekolah. Trend ini bisa dicermati khususnya pada sekolah-sekolah yang memiliki jaringan mulai dari TK hingga SMU. Sekolah yang memiliki jaringan luas dari hulu ke hilir, TK hingga SMU, banyak diminati karena orang tua seakan membeli jaminan anaknya bisa meneruskan pendidikan di institusi tersebut, meskipun di setiap tingkat masih harus melakukan investasi tidak sedikit untuk sumbangan sekolah.

Pada pendidikan anak, saat ini yang sedang mengalami perkembangan pesat adalah Montessori, yang merupakan metoda pendidikan dari Maria Montessori. Sekolah berlabel ini bisa mematok harga tinggi karena metode pendidikan yang berbeda, perangkat pendidikan khusus dan pengajar Montessorian yang bersertifikasi. Sekolah-sekolah national plus juga bermunculan seperti High Scope, Global Jaya dan Sekolah Pelita Harapan. Banyak di antaranyanya menggunakan standar luar negeri.

Lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia yang sudah established seperti UI, UGM dan Binus tidak mau kalah dengan menggandeng perguruan tinggi luar sehingga siswa bisa mendapat double degree dari dalam dan luar negeri.

Sebagai paradoks, pemerintah kini menutup izin Perguruan Tinggi baru karena Indonesia memiliki jumlah perguruan tinggi salah satu terbanyak di dunia dan sangat banyak di antaranya yang tidak bisa mempertanggung jawabkan fungsinya sebagai pendidik dengan menurunnya jumlah siswa serta banyaknya kasus perguruan tinggi bodong. Sekolah yang tidak memiliki brand kuat banyak yang terengah mencari murid. Kota pendidikan seperti Jogja yang dulu diserbu mahasiswa luar daerah kini mengalami penurunan jumlah siswa secara signifikan. Hanya sekolah dengan brand saja yang bertahan dan malah mampu menambah kursi.


Pendidikan sebagai Industri

Australia mampu menjadikan pendidikan sebagai salah satu industri terbesar penyumbang devisa, di mana pemerintahnya menciptakan standar yang jelas, infrastruktur dan kemudahan bagi sekolah berupa network dan endorsement. Jika kita berkunjung ke sekolah-sekolah di Singapore dan Malaysia, sangat banyak mahasiswa dari Indonesia dan tidak sedikit yang berprestasi sangat baik. Pelajar-pelajar terbaik dari negara tersebut malah menuntut ilmu di negara-negara lain yang lebih berkembang, misalnya Amerika dan Australia. Untuk lebih mendekatkan diri kepada customer, banyak sekolah dari luar negeri masuk ke Indonesia seperti Australia dengan Monash dan RMIT, Malaysia dengan Inti College, India dengan NIIT, Singapore dengan Informatics dan Canada dengan LaSalle College. Model yang digunakan adalah tahun awal belajar di Indonesia dan dilanjutkan di luar negeri, sering disebut sebagai pre-university ataupun kemudahan transfer ke luar negeri.

Maraknya media dengan pameran pendidikan luar negeri menunjukkan kesadaran negara berkembang seperti Amerika, Australia, Inggris, Jepang dan Malaysia mendatangkan siswa dari Indonesia yang banyak mendatangkan devisa. Ada sekolah yang bagus, ada pula yang tidak beres, sekedar memberikan kesempatan mendapat izin tinggal untuk kerja atau menjual sertifikat. Sekembalinya siswa ke Indonesia bisa mengatakan bahwa mereka pernah belajar di luar negeri, sebagai gengsi, strategi positioning personal dan modal untuk mencari kerja tentunya.

President University yang berada di Cikarang mungkin satu-satunya sekolah yang mendapatkan siswa dari China dan Vietnam berkat dukungan beasiswa dari pemain-pemain industri besar. Ini adalah salah satu langkah awal bagi Indonesia untuk bisa masuk ke pasar pendidikan secara internasional.

Beberapa sekolah yang pantas disimak perkembangannya adalah Binus dan Gunadarma. Sekolah ini berkembang dari kursus, ATK (akademi teknik komputer), sekolah tinggi dan akhirnya universitas dalam waktu relatif singkat. Kini Binus menjadi salah satu universitas paling bergengsi dengan gedung di mana-mana, dan menambah portfolionya dengan Binus High dan Binus Training. Di Surabaya, UK Petra berkembang pesat dengan setiap jurusan favorit seperti Komunikasi, Desain Komunikasi Visual dan Ekonomi.

Pada tingkat akademik, Bina Sarana Informatika dan Interstudi di Jakarta diikuti ribuan mahasiswa karena mematok harga sangat terjangkau, seperti halnya Wearness di kota Malang dan Denpasar serta SOB (School of Business) juga di Malang.

Model pengembangan lain dalam bentuk franchise seperti yang diterapkan oleh Englisih First, ILP, LP3I dan Primagama sukses membuat cabang di mana-mana. Pemain lain yang juga banyak dikenal di dunia IT adalah Inixindo. Digital Studio yang berkonsentrasi di dunia multimedia dan komputer grafik berkembang menjadi 10 cabang di berbagai kota hanya dalam kurun waktu 4 tahun dan menggandeng partner Metrodata.


Knowledge Liberation dengan Komoditasi Pendidikan

Komoditasi pendidikan ini memberikan manfaat positif bagi masyarakat karena terjadi liberasi pengetahuan. Pendidikan menjadi salah satu kekuatan ekonomi dan industri. Daerah yang tadinya tertinggal perkembangannya kini menjadi prospek pasar masa depan dengan daya beli dan kemampuan ekonomi yang besar. Ilmu yang tadinya sulit didapat menjadi accessible bagi banyak orang.

Kursus yang berkonsentrasi pada skill akan melengkapi institusi perguruan tinggi yang banyak berorientasi pada knowledge. Pada banyak kasus, mereka yang hanya belajar skill malah mampu melampaui mereka yang belajar di perguruan tinggi saat mereka bekerja. Hal ini mendorong pertumbuhan luar biasa untuk pendidikan luar sekolah dan akademi.

Di jalur kemampuan terapan, ada SMK, akademi (D1, D2, D3 dan D4) yang berkonsentrasi kepada kemampuan terapan. Sedang jalur SMK dan perguruan tinggi (S1) berorientasi pada kemampuan analitis dan riset. Tidak berarti kemampuan terapan lebih rendah dari kemampuan analitis. Asumsi ini timbul karena perbedaan jalur ini kurang dipahami dan kurangnya sosialisasi. Trend ini mulai berubah dengan banyaknya universitas besar menawarkan program Extension dan D1 seperti halnya UI dan UGM.

Dikmenjur (Direktorat Menengah Kejuruan) di bawah kepemimpinan Gatot Hari Priowirjanto sukses melakukan banyak terobosan. Dengan membuat SMK TI, jaringan sekolah SMK telah membantu penyelenggaraan Pemilu 2004 karena para lulusannya siap menjadi operator data entry. Perbaikan kurikulum SMK Grafika mengundang pelaku industri seperti Forum Grafika Digital yang merupakan gabungan vendor dan praktisi dunia pracetak dan cetak. Kini sedang dikembangkan SMK Desain Grafis, Rekayasa Perangkat Lunak dan Multimedia yang lulusannya memiliki kemampuan sebagai operator yang handal dan siap pakai.

Microsoft juga tidak mau kalah dengan program satu sekolah satu lab satu komputer, di mana Microsoft menyediakan secara gratis satu buah komputer bekas (standar Pentium III), software original dan training untuk para guru di setiap sekolah. Dengan menggandeng Pemda dan Telkom, mereka mendorong terciptanya melek IT di seluruh Indonesia karena pemerintah daerah mendukung pendanaan dan infrastruktur koneksi ke Internet. Sayangnya program ini terhenti karena adanya peraturan pemerintah yang melarang PC bekas dilarang masuk ke Indonesia.


Lifecycle Model Pendidikan

Sebagai produk, pendidikan juga memiliki cycle dari mulai introduksi ke masyarakat, mulai dikenal hingga menjadi trend. Kursus Bahasa Inggris yang dulu hanya ‘nice to have’, belakangan ini marak di berbagai kota karena telah menjadi kebutuhan yang ‘must have’. English First, ILP dan LIA merupakan beberapa brand yang cukup dikenal publik yang masing-masing menyasar segmen berbeda. Perkembangan luar biasa khususnya dialami oleh English First, dengan brand kuat, bentuk desain logo yang lugas dan dikomunikasikan dengan memasang plang di mana-mana, kini tersebar luas di kota-kota seluruh Indonesia dan mampu melampaui popularitas para jago kandang di tempat mereka berada. Bisa diprediksikan bahwa China yang kini telah menjadi pengekspor terbesar ketiga dunia setelah US dan Jepang bakal mendorong pendidikan Bahasa Mandarin sebagai kebutuhan. Meminjam istilah Geoffrey Moore dalam buku Crossing the Chasm, pendidikan Bahasa Inggris telah melalui ‘chasm’ dari para early adopter ke early majority dan late majority.

Kondisi serupa dialami oleh pendidikan mental aritmetika dan matematika Kumon juga mengalami perubahan market, cukup banyak masyarakat sudah cukup banyak mendengar kelebihan metode ini dan ingin anaknya mengikuti kursusnya. Perbedaannya, Kumon memiliki brand yang dikenal, sedang mental aritmetika sebagai kategori muncul tanpa adanya satu market leader yang tangguh karena lemahnya usaha membangun brand. Tidak ada diferensiasi antara satu tempat belajar yang lain.


Era Kompetisi dan Brand Building

Komoditasi pendidikan seperti ini menuntut pengelolaan sekolah tidak lagi sebagai institusi yang product-oriented, tetapi sekolah perlu menghadapi era kompetisi global yang membutuhkan kemampuan membangun brand dan mengkomunikasikannya kepada publik. Kurikulum, pengajar, metode pengajaran tidak lagi dipandang menjadi bahan generik, tetapi merupakan bagian dari konsep positioning sekolah.

Mau tidak mau, sekolah dan bidang pembelajaran akan mengalami cycle seperti bisnis lain. Produk yang masih berada di masa formatif sesuai untuk para early adopter sangat membutuhkan product excellence. Untuk berpindah ke market yang lebih besar, kendala yang dihadapi adalah standarisasi kurikulum, modul dan pengajar, juga reduksi cost sehingga harga bisa terjangkau masyarakat luas.

Begitu memasuki era market mainstream di mana mayoritas customer adalah early dan late majority, produk harus mampu memenuhi kebutuhan dan permintaan pasar, baik dari sisi harga maupun availability. Dalam hal ini institusi harus berkonsentrasi pada distribusi dan marketing, sedang dari sisi kurikulum dan produk mereka akan mulai bermitra atau melisensi. Nama besar dari industri IT sukses menjual kurikulum seperti Cisco dan Microsoft. Menggunakan infrastruktur Internet, semua kurikulum, modul dan pengajaran bisa dideliver dengan standar, di mana pengajar hanya menjadi fasilitator dan pembimbing. Metode lain untuk memperkuat brand adalah menggandeng nama-nama bergengsi untuk terlibat di dalam industri pendidikan seperti Roy Sembel di Binus, Rhenald Kasali di UI.

Konsep positioning dan membentuk kategori yang lebih sempit adalah salah satu strategi di era kompetisi. Jika Binus adalah IT, maka Inixindo adalah IT untuk high-end, Linuxindo adalah IT menggunakan Linux dan Digital Studio adalah multimedia. Strategi diferensiasi juga bisa dimanfaatkan, mulai dari metode pembelajaran, harga, local genius dan banyak lagi. Satu contoh adalah sekolah seni di Solo didatangi siswa dari luar negeri yang ingin mempelajari the real thing di dalam seni tari dan dalang. Montessori dan Kumon adalah diferensiasi dari sisi metode. Franchise dari luar negeri adalah diferensiasi dari awal mula kurikulum berasal. Diferensiasi dari sisi agama juga bisa digunakan seperti sekolah Islam (Al Azhar - Jakarta, Al Izhar - Jakarta), Kristen (UKI - Jakarta, UK Petra - Surabaya) dan Katolik (BPK - Jakarta) yang masing-masing memiliki captive market yang sangat besar.


Membentuk Pasar dari Komunitas

Untuk tetap stay ahead in the competition, tetap diperlukan strategi inovasi dan pengembangan produk di masa depan. Salah satu teknik yang sangat sukses mengidentifikasi kebutuhan pasar adalah dengan membentuk komunitas.

Inggris dengan British Council membuktikan hal ini. Mempromosikan kegiatan budaya akan menarik komunitas awal (disebut alpha pada buku Buzz: Harness the Power of Influence and Create Demand – Marian Salzman) yang akan mempengaruhi komunitas yang lebih besar (disebut bees). Riri Riza dan Ira Kusno sebagai penerima beasiswa dari Inggris adalah para alpha yang menjadi influencer para bees – siswa dan pelajar di British Council yang nantinya mempengaruhi mainstream market. Japan Foundation juga menggunakan metode serupa dengan membawa pendidikan manga dan anime ke Indonesia, mereka mengundang animator senior Indonesia seperti Dwi Koendoro dan Deddy Djoenaid untuk membimbing pembelajaran membuat komik dan animasi.


Model Pendidikan Masa Depan

Kategorisasi pendidikan tidak lagi hanya terbatas dari sisi fasilitas yang tangible, terobosan-terobosan model pembelajaran akan terus bermunculan dan banyak akan muncul dalam bentuk intangible. Contohnya seperti home schooling, yang populer di kalangan gereja, atau e-learning yang meskipun saat inipun di negara maju tingkat keberhasilan masih di bawah 30%, masih terus mengalami evolusi sehingga bisa diterima publik.

Moore’s Law mengatakan bahwa prosesor akan memiliki kecepatan 2 kali lipat setiap 18 bulan dengan harga sama. Hal sama terjadi pada GPU (graphical processing unit) atau kemampuan kartu grafik komputer menampilkan gambar, hanya di sini nilai tersebut dikuadratkan. Artinya, dalam waktu beberapa tahun, kita akan memiliki kemampuan tampilan seperti gambar bioskop dengan hampir real time untuk game. Saat ini di dunia industri game sudah lebih besar dari industri film. Model pembelajaran masa depan akan menggunakan game sebabagai simulator, mulai dari pelajaran kreativitas, strategi hingga pembentukan karakter bisa dilakukan dengan game.

Macromedia membuat model computer-based training menggunakan Director, Dreamweaver, Flash, dan Breeze untuk membuat online interactive learning atau webinar (web seminar). Adobe dengan produk Acrobat mencoba menciptakan standar archival untuk digital library yang bisa disearch dengan mudah. Infrastruktur ini akan dimanfaatkan sebagai knowledge database system yang bisa diakses di mana saja, kapan saja dan oleh siapa saja. Standarisasi melalui tes tidak lagi dilakukan dengan kertas, tetapi online seperti yang sudah ditunjukkan oleh brainbench.com


Narasumber:
Alain Chesnais – Siggraph President, untuk masa depan game dan multimedia
Lee Yong Tsui – Nanyang Polytechnic, untuk pendidikan di Singapura
Barbara Kerb - Ohio University dan Alan Palmers – UK untuk data e-learning
Dwi Koendoro, kreator Panji Koming untuk informasi Japan Foundation
Goenadi Haryanto – Edlink, untuk data siswa yang belajar di luar negeri
Toney Anwari – Cisco, untuk kurikulum Cisco dan implementasinya di Indonesia
Marta – Microsoft, untuk kegiatan edukasi Microsoft di Indonesia
Bagiono – Dikmenjur, untuk kegiatan edukasi Dikmenjur
Kwarta Adimphrana – SMKN 4 Malang, untuk penyusunan kurikulum TI
Taufik – SMK 6 Jakarta, untuk penyebaran edukasi di Indonesia timur
Sendy – President University, untuk informasi siswa dari China dan Vietnam
Ratna – Montessorian, salah satu pendidik senior metode Montessori untuk guru2 di Indonesia
Julius – Modern School of Design Jogja, untuk data sekolah di Indonesia dan berkurangnya jumlah siswa di perguruan tinggi dan akademi di Jogja
Susi Chen – Digital Studio Surabaya, untuk sekolah di Australia
Ita Boediman – Sydney, untuk sekolah di Australia
Herman Pratomo – Forum Grafika Digital, untuk penyusunan kurikulum grafika
Handy Suhendra – Admire, untuk data ekspor China

Majalah: Britzone dari British Councill

Buku:
Positioning: the Battle for Your Mind – Al Ries & Jack Trout
Differentiate or Die – Jack Trout
Crossing the Chasm – Geoffrey Moore
Buzz: Harness the Power of Influence and Create Demand – Marian Salzman, Ira Matathia, Ann O’Reilly
Tipping Point – Malcolm Gladwell


Situs:
www.macromedia.com
www.adobe.com
www.cisco.com
www.microsoft.com

Milis:
dikmenjur@yahoogroups.com
ds-milist@yahoogroups.com

Riset kunjungan:
- Indonesia: Jakarta, Bandung, Bogor, Jogja, Surabaya, Malang, Medan
- Luar Indonesia: Singapore, Kuala Lumpur - Malaysia, New York dan San Francisco - Amerika

No comments:

Post a Comment