Tuesday, May 14, 2002

IdN Fresh Conference - lanjutan

posted at DKV-ITB mailing list by Elwin Mok (www.virtuego.com)

Mau nambahin ttg fresh conference nih.

Gue cuman sedikit nambahin hal-hal yg gue anggap esensial. sekalian ngejawab pertanyaan hafiz, mengenai gejala-gejala dan fenomena ke depan.

1. Attitude utk berani 'gila'.
Dari semua pembicara, secara subyektif yg paling gue suka Joshua davis (http://www.praystation.com). Cara presentasi dia memang menarik (ekspresif), dan ada satu hal yg menurut gue dia garis bawahi banget adalah soal "attitude". Gambarannya, di awal presentasi dia, dia cerita soal keisengan dia (ngecat matanya jadi merah, ngecat mukanya jadi item - utk ngisengin anak-anak yg dateng kerumahnya pas hallowen). Yg mau dia sampaikan adalah, bagaimana asal muasalnya dia bisa menemukan coding actionscript yg kemudian menjadi basic dari karya-karyanya (yg membuatnya terkenal) sebenarnya berasal dari 'keisengan-keisengan' dia utk melakukan hal-hal yg 'tiada guna' bagi orang umum. Attitude ini juga tampak waktu dia menjawab pertanyaan mengenai suasana kerja di kantornya, jawabannya adalah dia memasang console game di kantor sehingga para karyawan menjadi betah banget di kantor. Prinsip dia adalah work hard, play hard.

2. Jepang cahaya asia. :-)
Kalo orang Indonesia suka gak pe de karena gak bisa inggris waktu ketemu klien bule di INDONESIA!! Saudara tua kita berani ngomong di forum sebesar freshconference dengan bahasa inggris yg baru dipelajari selama 3 bulan. pe de lagi!!! Emang salut juga gue ama Nippon-nippon itu, yah abis emang harus diakui jago sih. devilrobot dengan pe de -nya jadi pembicara dengan membaca tulisan di kertas sambil terpatah-patah. dan juga si legend Yugo Nakamura (http://www.yugop.com) malah pake translator. Hal ini memang mungkin agak out of context sama desain, cuman yg bisa gue tangkep dari fenomena ini, bahwa desain memang bahasa universal. Good design is good design - good designer is good designer.. Terserah mau in english kek. atau apapun. Kalaupun ada desainer kita yg emang gak bisa bahasa inggris, yg akhirnya lebih menghambat kemajuan dia bisa jadi bukan ketidakmampuan berbahasa inggrisnya, tapi karena gak pe de-nya.

3. Coding bukan barang haram.
Gue berangkat ke freshconference dengan mindset bahwa desainer multimedia adalah satu hal, dan programmer multimedia adalah satu hal. Tapi di sana gue agak kaget ternyata para maestro desain tsb adalah penemu coding yg mereka gunakan. Bahkan banyak inovasi mereka justru terletak pada coding tsb. Kesimpulannya (setelah diskusi sama temen-temen dodi,kohar dll), gejala ini adalah bukti profesionalisme mereka. Kalau mereka sudah memilih jadi desainer dynamic media, penguasaan bahasa pemrograman (banyakan actionscript flash) sudah menjadi resiko profesi. Ibaratnya desainer grafis ngerti CMYK kali yah.

4. Fine art desainer?
Satu gejala menarik adalah bahwa beberapa pembicara yg presentasinya edan (versi gue), ternyata backgroundnya fine art. Andrias (http://www.wireframe.co.za) dan Joshua davis adalah contohnya. Andrias lulusan seni grafis dan patung, Joshua Davis seni lukis. Yg formal dkv, yg gue tau cuman Stefan sagmeister (dari pratt lho..). Gak tau ini suatu kebetulan ato bukan, tapi gue ngeliat ada kemungkinan para lulusan seni ini justru lebih besar curiosity-nya utk bereksperimen dgn media baru ini, dibandingkan dengan desainer dkv yg mungkin udah terjebak dengan rutinitas pekerjaan sehari-hari.

5. Eropa memang tetep 'berkonsep'
Ini keliatan banget dari buro destruct (http://www.burodestruct.net ) yg dari swiss. Ini pembicara favoritnya kohar (dkv90). Presentasi mereka bener-bener nunjukin eksplorasi konsep yg sangat mendalam. Misalnya, mereka hunting foto-foto di berbagai kota, utk menemukan original logotype yg diperkirakan akan punah gak lama lagi (original logotype maksudnya logo-logo sederhana yg dibikin oleh orang awam, misalnya logotype "simpang raya", atau toko buku "yosiko" dll). Logo-logo tsb kemudian mereka kumpulkan dan mau mereka "lestarikan" di kota virtual yg mereka buat di web, yg bisa dikunjungi secara virtual reality (kayak quictimeVR /VRML gitu lah). Selain itu, mereka juga bikin kota virtual yg dibentuk dari font-font. Gelo kan, eksperimen konsepnya. niaaattt banget.. Tapi seru sih ngeliatnya.

6. Neville Brody udah tua.
Presentasinya gak segarang desain-desainnya. dan kata ugi, istrinya Black 100%, tambah Cyan 40% malah.he he he. intermezzo aja.gosip celebritis desainer.hua ha ha ha

7. Desain grafis akan punah?
Nah ini fenomena yg paling menarik menurut gue, makanya gue taro belakangan. Ini juga salah satu pertanyaan dari peserta utk para pembicara (di round table forum, dimana beberapa pembicara duduk bersama dan ada session Tanya jawab). Dan mungkin juga jadi pertanyaan dari pembaca milis yg kebetulan gak tertarik sama dynamic media (gue pake istilah yg dipake sama penanya di forum itu). Kebetulan pembicara yg dari pure graphic hanya Stefan sagmeister dan Neville brody. Yg jawab, akhirnya si Stefan, namun jawabannya menurut gue klise aja. Bahwa desain grafis gak akan mati. dst-nya.

Kalau dilihat dari fenomena komposisi pembicara, mungkin akan kelihatan gimana dynamic media mulai mengambil porsi yg besar di dunia dkv. Tapi gue ngelihatnya ada beberapa alasan, pertama, dynamic media relatif baru - keterpesonaan atas sesuatu yg baru memang wajar. Kedua, karena emang naturenya attach sama internet yg luas jangkauannya, showcase bagi dynamic media akan lebih cepat meluas. Illustrasinya: kalo elo bisa bikin website yg lebih keren dari yugop.com misalnya. dalam waktu relatif singkat (lewat kemudahan memasang di archive web-web keren http://www.coolhomepages.com misalnya, ato yg lainnya lagi), eksistensi elo akan cepat meluas secara internasional. Beda kan kalo misalnya ada desainer grafis di Surabaya yg sekarang bisa bikin kerjaan grafis yg lebih keren dari Neville brody, mungkin dia akan dapet pengakuan kalo udah menang award commarts dsb-nya (itupun kalo ybs ngedaftar).

Terlepas dari masalah eksistensi/pengakuan tsb, gue pribadi sih berpendapat bahwa memang pure graphic design jelas gak akan punah. Cuman memang gak begitu hype lagi. Yah karena memang media baru udah muncul di depan mata, dan tantangan-tantangan berkesperimennya terbuka besar banget.

Kalo mo ditarik balik ke strategi institusi pendidikan desain, menurut gue sih mau gak mau dynamic media ini harus jadi pertimbangan. Emang sih setan coding harus ditaklukan. Karena ketika penguasaan basic dynamic media (penguasaan user interface, logika, actionscript mendasar flash, atau lingo director misalnya) sudah jadi standar/passing grade desainer dkv, eksperimen secara mendalam baru bener-bener dapat dilaksanakan (spt apa yg dilakukan master-master pembicara di atas). Pada tahapan itulah, modal imajinasi desainer dapat bener-bener menunjukkan kedigdayaannya. Mengutip kata-kata Albert Einstein: "Logic can take you from A to B, Imagination can take you anywhere."

Sorry kepanjangan, ditunggu tambahan (dodi,kohar,jerry,ugi dll) ataupun tanggapannya dari yg lain.

Thanks.

Best Regards,

Elwin Mok
----------------
http://www.virtuaego.com


posted at DKV-ITB mailing list by A. Adityawan S.

Saya mau ikut nimbrung ttg. oleh2 dari bung Andi S. Boediman:

1. Seniman dan Desain Grafis
Iya tuh saya sering bingung kalo melihat terobosan-terobosan para seniman dalam desain, seperti Starck (desain produk) atau seniman-seniman polandia yang ngedesain poster yang keren-keren. Di Indonesia saya liat juga banyak misalnya aja: para pedesain jagoan yang ngebangun dkv-itb lalu jadi dosen-dosen pertama, banyak yang berlatar belakang pendidikan fine art. Emang sih kalo kita liat asal-usul desain itu dari fine-art ya enggak perlu heran ya... Tapi yang jadi pertanyaan saya: jangan-jangan ada yang salah dengan sistem pendidikan desain kita ? Atau itu sekedar akibat sistem industri moderen yang menaungi desain, sehingga membuat desainer jadi sangat praktikal?

2. Tanggung jawab sosial
Kalo kita mau sok ngebuat tahapan perkembangan desain dalam sejarah DKV Indonesia misalnya, menurut saya DKV di indonesia memasuki satu tahap peran yang baru ketika masa reformasi (yang sekarang sudah mati - kata cak Nur), yaitu peran sosial-politik. Kita liat banyak banget elemen grafis yang berperan dalam pergerakan mahasiswa sampe Pemilu 99. Konon cerita fotografer Anatara, ada lembaga penelitian Belanda yang menugaskan fotografer Indonesia untuk dokumentasikan elemen grafis mulai dari stiker, spanduk, poster selama reformasi 1998 tersebut. Kalo cerita teman saya itu bener, dalam faktor pendokumentasian orang indonesia ketinggalan lagi.

Tapi terlepas dari itu semua, kita enggak perlu buat dikotomi desain yang idealis/komersial. Kalo menurut saya yang penting, apapun karya seorang desainer selama bisa dipertanggungjawabkan dalam konteks sosial-budaya maka desain itu sudah masuk kategori
desain yang benar secara etik.

salam
A. Adityawan S.

No comments:

Post a Comment