Friday, November 09, 2001

Design History & Style

posted at Indo-Graphic mailing list

In my opinion:
Jarang ada desainer yang memiliki style khusus dan diakui sebagai trendsetter, jarang sekali bahwa mereka itu DENGAN SENGAJA bikin style yang belum ada biar ngetop. Semua desainer top seperti Paul Rand, Pentagram, Josef-Muller Brockman (Swiss design), Metadesign, April Greiman, dll, membuat desain berdasarkan pengalaman dan eksperimen pribadi atau dengan tujuan tertentu. Tetapi begitu signifikannya karya tersebut, sehingga terbentuk suatu aliran yang biasanya dilakukan oleh not-so-famous desainer dengan tujuan untuk meniru. It's cool, so i will just copy them.

Pertanyaan bahwa "Desain yang Indonesia itu kayak apa sih?" selalu muncul HANYA pada orang Indonesia, yang karena merasa inferior, mau mencoba kritik sana kritik sini untuk bilang "Lha ini loh desain yang Indonesia." Ambil contoh di arsitektur, banyak arsitek Indonesia yang mencoba meredefinisi arsitektur Indonesia dengan langgam baru, tapi malah karya-karya terbaik dihasilkan oleh para bule yang datang ke Indo, lihat kiri-kanan dan belajar dikit terus diadaptasi dengan langgam arsitektur modern. Jadinya kita kenal Bali Style.
Di fashion menurut saya lebih sukses, desainer seperti Ghea, Sebastian, Biyan, mampu mengeluarkan desain-desain fashion terobosan dengan nuansa etnis mampu diterima publik secara luas.

Apakah desainer Jepang mencoba membuat karya yang 'harus kelihatan Jepangnya'. Menurut saya ini adalah suatu usaha yang dangkal dan sia-sia. Desainer Jepang membuat terobosan dari pengalaman, pengaruh barat, budaya lokal TANPA DISADARInya ini diintegrasi menjadi satu karya baru. Yang bilang bahwa desainer Jepang itu punya style adalah desainer dari luar Jepang, bukan si Jepang sendiri.

Kalo mau menjadi desainer yang punya style sendiri, banyak-banyak aja berwawasan, maka karya Anda sendiri pasti punya warna lokal tanpa Anda sadari. Nggak perlu repot-repot, harus ada wayangnya, harus ada candinya, harus ada ornamennya.

Biar yang menilai orang luar negeri, atau sejarawan atau budayawan. Tugas desainer adalah BERKARYA.


Andi S. Boediman
Digital Studio

Tuesday, September 04, 2001

Under the Radar

Yang baru saya baca dan sangat enlightening adalah Under the Radar karangan Jonathan Bond dan Richard Kirschenbaum. Di sini kedua penulis ini bercerita banyak tentang iklaln yang 'under the radar' atau di luar radar pemirsa. Ia menyebutkan bahwa kebanyakan orang sudah punya radar otomatis switch channel atau skip sesuatu yang berbau iklan. Jadi solusinya adalah pekerja kreatif tidak hanya perlu melakukan desain yang kreatif, tetapi juga melakukan terobosan media. Malah penggunaan media-media nonkonvensional ini efeknya sangat luar biasa.

Contoh kasus yang ada di buku tersebut adalah bagaimana untuk mengiklankan Snapple (semacam Buavita) yang taglinenya 100% Natural, mereka menempelkan stiker iklan promosi di buah beneran, sehingga akhirnya pemilik toko malah menjual buah segar berseberangan dengan Snapple.

Contoh lain, untuk mengiklankan toko lingerie (pakaian dalam), mereka menggunakan cat semprot graffiti di jalan (cat gampang dibersiin lho) dengan tulisan "From here, you could use some new underwear."

Dalam buku ini juga dibahas mengenai Account Planning (merupakan terobosan baru gabungan Account Executive dan Media Planning), Relationship Marketing, 360 derajat Branding, dan banyak lagi.


Yang sedang saya baca saat ini adalah Whipple, Squeeze This karangan Luke Sullivan, salah seorang copywriter terbaik. Cukup bagus juga. Isinya berorientasi pada tips-tips untuk mendapatkan iklan yang kreatif.

Andi S. Boediman
Digital Studio

Wednesday, January 10, 2001

Output Freehand

Q: Sedangkan kekurangan yang gak pasti, karena sering hang, ato mungkin kompatibility nya jelek, pokoknya berkisar pada system filenya mungkin. Pengalaman sih di kampus diajarin freehand, dan waktu tugas musti ngumpulin hasil print dan print nya. Entah gimana kok banyak banget yang ngalamin masalah.

A: Pengalaman menghadapi masalah ini karena outputnya di output center profesional atau cuma yang nyediain ngeprint pake printer biasa? Soalnya murid Digital Studio kemarin juga mengalami masalah output sehingga banyak yang bikin desain di Photoshop. Persoalannya adalah mereka output di tempat fotokopi dan output center biasa, bukan yang ditujukan untuk kalangan praktisi. Untuk output saya sarankan di perusahaan pracetak atau output center kayak Digital Printing (Subur).

Q: Mulai dari hasil print yang jelek/gak keruan(bukan karena printer), file yang di save di disket gak isa di buka, sering hang, dll.

A: Freehand 9 sering mengakibatkan halaman berhalaman banyak untuk tahu-tahu disepak keluar sendiri. Mungkin upgradenya memberikan solusi ini. Ini paling sering saya alami saat bekerja dalam network.

Q: Kok bisa filenya freehand jadi kecil banget, dan apakah ini baik. Soalnya pernah mbuat gambar di freehand yang menurutku udah cukup rumit (sampe waktu di zoom nampilinnya lama), tapi file nya gak lebih dari 500kb, sedangkan illustrator bisa sampe belasan MB. Mungkin ada yang bisa njelasin?

A: Karena based mereka berbeda. Illustrator menggunakan teknologi Postcript dan Acrobat sebagai dasar sehingga ini yang mengakibatkan saat dioutput paling tokcer. Tapi dari sisi kualitas nggak perlu takut, sama aja.

Andi
Digital Studio

Saturday, January 06, 2001

Illustrator 9

posted at Indo-graphic mailing list

Anybody using Illustrator 9? Kalo belum, please check it out, very cool indeed.

Ini ada beberapa fitur yang sangat menarik:
  • Ada fungsi transparansi yang mirip banget ama Photoshop, tapi paletnya terpisah dari palet Layers. Selain itu, juga bisa menggunakan gambar vektor atau image sebagai mask seperti layer masknya PS.
  • Palet Layersnya kayak PS 6, di mana masing-masing layer bisa terdiri atas banyak objek yang masing-masing independen dan bisa memiliki informasi transparansi sendiri-sendiri. Fungsi Mask sekarang menjadi clipping group kayak PS.
  • Ini yang powerful: ada palet Appearance, yang menyimpan semua efek untuk suatu objek sehingga semua objek menjadi live effects yakni kita masih bisa kembali ke efek apapun untuk diganti setting atau dibuang atau ditambahkan atau bahkan disimpan sebagai Style.
  • Sekarang semua vektor bisa dikasih feather, drop shadow, dll
  • Ada view untuk melihat transparansi objek persis di PS gitu, pake kotak-kotak karena sekarang objek bisa dikasih feather (masih tetep vektor lho)
  • Bagi designer cetak yang suka pake warna spot, ada fungsi untuk ngeliat bagaimana efek overprint dihasilkan.
  • Terus bagi pemake Flash, sekarang beberapa objek yang dipilih sekaligus dapat direlease to layer dan nanti diekspor ke Flash sebagai animasi. Ini juga powerful banget, bagi yang pernah pake Illustrator, efek blend, grouping objek dan art brush bisa direlease to layer.
  • Ada preview pixel kayak Fireworks, dengan kata lain, vektor dengan tampilan pixel.
  • Fungsi Save for Web yang persis PS
  • Nggak kayak Illus 8 di mana shape yang udah jadi nggak bisa diubah lagi, sekarang shape kotak masih tetap bisa diubah jadi bulet, atau dijadikan rounded rectangle dengan masih bisa diedit seluruh efeknya.
  • Meskipun udah dirasterize (jadi Bitmap), semua parameternya dari efek sebelumnya masih bisa diedit dan bahkan dikopi ke objek lain. Kalo ada yang pake 3D Studio Max, ini sama dengan fungsi object orientednya Max.
  • Layer yang dibuat di Illus masih bisa dibuka di PS dan sebaliknya dengan tetap mempertahankan layernya. Bahkan teksnya pun masih bisa diedit. Nah lho!
Belum lagi bagi yang belum kenal Illustrator versi sebelumnya, favorit
saya adalah:
  • live blend effects (jauh lebih powerful dari Freehand)
  • art brush (kayak Painter tapi di vektor), di mana brush bisa berupa objek lain (biar gampang kalo mau bikin daun, efek tulisan kaligrafi)
Semoga bermanfaat review Illus 9nya.

Andi
Digital Studio Workshop